Skip to main content

Saya waria, Mba


 Kehidupan sendiri-sendiri itu tak lepas dari indomie atau pop mie pada malam-malam setelah lewat pukul 22.00.  Saya dengan sebungkus indomie di tangan,  melangkah ke dapur yang digunakan bersama di kos kosan. 

"Hi mba" sapaan bernada ramah dan ceria menyambut saya. Agak terkejut  karena sosok yang saya lihat berperawakan tinggi besar  tapi dengan suara yang cukup enak didengar. Pandangan saya kembali fokus mengambil peralaan masak di sudut meja dapur. Saya tahu dia tapi belum begitu kenal.
"Hi mba, masak mie nih, lapar malam-malam" balas saya sambil tersenyum sekilas. 

"Mba,masih kerja di tempat yang lama?"

"Hem, emang ada tempat baru mba?" bisik saya pelan kemudian tertawa kecil sembari bermain dengan percikan air di kran pencuci piring. Saya "ngeh" sekali kalau saya belum pernah bercakap-cakap sebelumnya dengannya. 
Dia kemudian tergelak.
"Iya deh mba,gue basa basi busuk banget ya. Tapi kan yah sekedar sapa gitu deh mba. Mbanya kerja di mana?" Dia kembali bertanya. 

"Saya kerja di daerah xxxxx"
"Oh daerah xxxxx......."
Obrolan kami pun menjadi beberapa baris menerangkan lokasi tempat saya bekerja. 

"Mbak di office yak? Yah, kapan ya saya bisa di bagian adm" tambahnya. 

"Saya waria mba. Kerja di salon. Yah, kalau pelanggannya sedikit saya cari pelanggan di luar, jual jamu, mutar-mutar di daerah Jakarta Barat ini"katanya lepas. 

Saya hanya tersenyum kecil, pura-pura sibuk dengan jerangan air saya. Saya benar-benar tidak tahu harus berkata apa. 
Dia kemudian kembali melanjutkan, ketika kami bertemu pandang. Matanya sedikit sendu. 

"Yah, saya jujur saja mba biar enak." Katanya sambil menyesap pop mie di tangannya. 

"Ya ga pa-pa kalau sama saya. Saya juga manusia, tidak punya hak menjudge apa-apa."

Saya ingin lebih lama mengobrol sebenarnya namun  dia pamit lebih dahulu karena akan bersiap-siap keluar. Mungkin lain kali, dengan tidur tidak terlalu cepat  bersama sebungkus mie di tangan dan bersamanya yang berbagi. 

I am still absurd with man. Man is the greatest things God has ever made. I think God is the best party to judge someone. He loves all of us. I am just respect what others choose to be their way  of life. They have reasons for it and only God knows 

Obrolan ini menjadi bahan refleksi saya hari ini, saya agak terhenyak, beginilah cara Tuhan mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dan menjadi lebih respect dengan siapa pun. 



Comments

  1. Iya, sebagai manusia kita bisa menghargai, gak punya hak untuk menghakimi. Semua yang terjadi pasti ada alasannya. Dan dibaik kisah mereka pasti bisa jadi pengingat untuk kita, juga sebaliknya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih

Popular posts from this blog

Cita-cita menjadi seorang dosen

Masih setengah jalan menuju profesi yang dicita-citakan. Sejak kecil, saya ingin berprofesi menjadi seorang guru. Lebih tepatnya guru di desa terpencil. Seorang saudara sepupu saya, ka Servulus Ndoa, tahu sekali cita-cita saya ini. LOL. Kemudian dalam perjalananannya, saya lebih memilih untuk menjadi seorang dosen. Saya tahu tidak mudah dan tidak asal saja menjadi dosen. Komitmen dan dedikasi sepenuh hati. Aissshh, semoga semeste mendukung keinginan anak baru  kemaren sore ini. Tentu jalannya tidak semulus jalan tol.. Bukan seorang  dengan predikat  cum laude, banyak yang harus terus dipelajari, digali, didalami dan dikembangkan (#Tsahhhh, biar kekinian) Banyak hal yang saya persiapkan. Mulai dari otodidak belajar TOEFL selama liburan dan ketika menganggur dan apply-apply beasiswa S2. Terus, aktif menulis remah-reman dalam bahasa Inggris. Maklum edisi belajar, mulai dari update post bbm, twitter, fb, dan blog. Maaf banget buat yang merasa terganggu, alhasil harus n...

Sahabat

 karena lembar demi lembar kisah hidupku, kutulis bersamamu, sahabat... Persahabatan itu memang selalu ada dalam suka dan duka. Ketika kita susah dan butuh dukungan maka mereka menjadi sumber inspirasi kita. Entah dengan bawelnya mereka menunjukan perhatian atau dengan cueknya pun mereka memberi arti tersendiri bagi kita. Sahabat selalu menunjukan cara masing-masing untuk menunjukan cara betapa pedulinya mereka   kita. Bahkan ketika kita sendiri tidak peduli pada apa yang sedang terjadi pada kita. Masing-masing mereka dengan apa yang ada dalam diri mereka. Saya seorang perantau yang tak benar jika dapat bertahan sendiri tanpa kehadiran sahabat. Sungguh sebuah berkat tak terhingga untuk memiliki sahabat di mana saya dapat menjadi diri saya. Berbagi dan merasakan segala sesuatu bersama terlebih lagi belajar menjalani hidup dalam suatu kesempatan, karena sahabat pun harus merelakan sahabatnya untuk menjalin persahabatan dan mengukir kisah lain. Maka tidak heran jika saya me...

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...