Skip to main content

Di suatu sudut

"lalu pasangan itu datang, tidak mengindahkan permisi. Hey, kalian seperti mengejek"

Aku sedang bermain dengan pikiran waktu itu.Kadang tersenyum kilas sendiri, sejenak abai ramainya sekitar. Aku puas dengan hari ini, mendapati gadget yang dinanti terpegang anggun di tangan. Aku akhirnya purna memilikinya, setelah berbulan mencari dan memastikan dia benar untukku. Hari sedang  sendu, dengan bekas tanah basah dan hujan yang rintik malu-malu tapi mau, tidak menahan hatiku untuk datang membaginya dengan si A. A itu Ailinda, adik kelasku.

Oh ya hari ini hari Sabtu, malam minggu. Aku ingin melewatkan waktu bersama Ailinda, mungkin menceritakan mingguku tapi lebih aku ingin berbagi kesenanganku padanya, aku punya gadget baru.
Semoga Depok tidak sesendu jalanan Jakarta, yang aku lewati dengan tidak akan merindu jika suatu hari aku menapak di tanah pulau yang lain. Lain dengan Depok,yang suka terlalu ramah, seringkali menahan lebih lama.

Langkahku pun tak henti meski jalanan begitu jauh. Aku sedang di kereta waktu itu, bertemu mata-mata lelah tapi puas yang mendapati weekend di depan mata. Kebanyakan mereka masih muda, kalau ditebak pasti akan melewatkan malam minggu bersama pasangannya.

Soal malam minggu, aku suka melewatkannya di tempat Ailinda dibanding di tempat lain atau kosanku sendiri. Itu seperti pulang. Terlepas Ailinda suka atau tidak suka dengan kedatanganku yang kadang tanpa permisi, seperti saat ini. Aku tidak sedang di ranjang Ailinda. Aku tidak sedang beruntung, rupanya. Aku sedang di kereta dan Ailinda  meneleponku,
"kak, aku akan bertemu pacarku. Maaf ka, kita tidak jadi makan."

"Yah, ok tidak apa-apa.Aku tunggu sampai kamu balik ya"

Woah, aku sedang ingin ditemani makan. Ok, aku bungkus saja dan baru makan sampai si Ailinda pulang, pikirku.

Kaki kemudian refleks menghantarku pada sekumpulan teman yang meminta untuk di bawa pulang. Aku menikmati beberapa sejenak, membauinya dan lalu buku bertema traveler itu sepenuhnya aku miliki. Mungkin aku akan menjadi traveler suatu hari! Sebelumnya aku mengharap bisa bertemu Nenci di rumah baso. Kemudian aku tahu Nenci sedang ke luar kota. Perutku rupanya tidak mau kompromi, rasa lapar menuntunku masuk ke rumah baso yang menyambut dengan suasana yang aku suka. Ketenangan yang sempurna. Beberapa pasangan duduk di situ, dan aku sendiri. Tak mengapa, perutku adalah segala-galanya, aku memesan makanan yang lumayan menguras kantong. Aku pikir-pikir jika aku masih mahasiswa, makanan itu tidak mungkin ada dalam listku :-P

Pelayan yang sama menyambutku,
"makanannya mau sekarang apa nanti?"
"Sekarang"
Aku tak sedang menanti siapa pun, tambahku dalam hati sambil memencet tombol hp menghubungi sahabat dekatku. Lelaki muda itu tentu mengingat teman makanku di tempat makan ini. Aku sendiri kali ini, dear.
Aku pikir aku cukup beruntung, meja di depanku kosong. Aku
berharap demikian, namun tidak kedua pasang mata itu menelanjangiku selama aku makan, sedang aku berceloteh pada Arni. Dia setia di ujung pulau yang lain.

Dan tentang pasangan itu serta permohonan maaf pelayan yang mengingatkan waktunya akan tutup terbayar dengan bertemu salah satu sosok inspiratif, mentraktir ice cream Aw sampai lepas waktunya juga. Dia penulis buku matematika sejak kuliah dan sedang membuka usaha di dunia pendidikan. Bertemu dengannya membuat mimpi yang tenggelam beberapa waktu naik lagi ke permukaan.

Suatu sudut bukan untuk membuatku terperangkap di relungnya. Ia menyediakan tempat untuk menata potongan-potongan mimpi yang dulu ditata cantik dengan semangat membuncah.

Kita menata pikiran kita sendiri dan merasainy-sebuah penutup.

Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih

Popular posts from this blog

Cita-cita menjadi seorang dosen

Masih setengah jalan menuju profesi yang dicita-citakan. Sejak kecil, saya ingin berprofesi menjadi seorang guru. Lebih tepatnya guru di desa terpencil. Seorang saudara sepupu saya, ka Servulus Ndoa, tahu sekali cita-cita saya ini. LOL. Kemudian dalam perjalananannya, saya lebih memilih untuk menjadi seorang dosen. Saya tahu tidak mudah dan tidak asal saja menjadi dosen. Komitmen dan dedikasi sepenuh hati. Aissshh, semoga semeste mendukung keinginan anak baru  kemaren sore ini. Tentu jalannya tidak semulus jalan tol.. Bukan seorang  dengan predikat  cum laude, banyak yang harus terus dipelajari, digali, didalami dan dikembangkan (#Tsahhhh, biar kekinian) Banyak hal yang saya persiapkan. Mulai dari otodidak belajar TOEFL selama liburan dan ketika menganggur dan apply-apply beasiswa S2. Terus, aktif menulis remah-reman dalam bahasa Inggris. Maklum edisi belajar, mulai dari update post bbm, twitter, fb, dan blog. Maaf banget buat yang merasa terganggu, alhasil harus n...

Sahabat

 karena lembar demi lembar kisah hidupku, kutulis bersamamu, sahabat... Persahabatan itu memang selalu ada dalam suka dan duka. Ketika kita susah dan butuh dukungan maka mereka menjadi sumber inspirasi kita. Entah dengan bawelnya mereka menunjukan perhatian atau dengan cueknya pun mereka memberi arti tersendiri bagi kita. Sahabat selalu menunjukan cara masing-masing untuk menunjukan cara betapa pedulinya mereka   kita. Bahkan ketika kita sendiri tidak peduli pada apa yang sedang terjadi pada kita. Masing-masing mereka dengan apa yang ada dalam diri mereka. Saya seorang perantau yang tak benar jika dapat bertahan sendiri tanpa kehadiran sahabat. Sungguh sebuah berkat tak terhingga untuk memiliki sahabat di mana saya dapat menjadi diri saya. Berbagi dan merasakan segala sesuatu bersama terlebih lagi belajar menjalani hidup dalam suatu kesempatan, karena sahabat pun harus merelakan sahabatnya untuk menjalin persahabatan dan mengukir kisah lain. Maka tidak heran jika saya me...

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...