"Walaupun kita berbeda tetapi mereka mengajarkan "humanisme", masalah agama mah itu saya pikir dari kita keluarga, kalau keluarga kita benar-benar mendidik anak, insyaallah anak kita agamanya bagus," demikian ungkapan seorang bapak tukang ojek yang sedang membonceng saya dan mba T.
Kali ini kami pulang lebih malam, saya menyempatkan diri mengantar mba T ke rumah sakit karena dia sedang terkena alergi, gatal-gatal tanpa sebab sampai bibirnya mirip Angelina Jolie :-D. Pilihan kami jatuh pada rumah sakit Cinta Kasih milik yayasan Buddha, dia mendapat rekomendasi dari rekan kerjanya yang pernah ke sana karena ada spesialis dokter kulitnya. Saya pun mendukung karena selama ini saya cuma menonton lewat siaran DAAI TV saja, ingin melihat dan tahu langsung.
Akhirnya kami sampai lokasi dan ini adalah rekor karena berjalan kaki dari depan mall Taman Palem, menolak tawaran beberapa tukang ojek yang mau mengantar kami. Saya sih lebih senang berjalan kaki, sambil bercerita karena kami pikir dekat. Eh taunya lumayan, olahraga. Rupanya dokter spesialis kulitnya sudah pindah dan karena nomor antrian dokter umum masih panjang, mba T memutuskan untuk berobat di klinik yang bermitra dengan kantor. Namun kami cukup puas karena telah mencoba datang dan melihat-lihat rumah sakit
Tzu Chi ini.
Si mba T merasa agak malu-malu gimana gitu karena cuma dia yang berbeda (memakai jilbab) dan saya pun bilang, tenang mba T, saya juga bukan Buddha.
Pelajaran berharganya datang ketika kami pulang setelah makan malam yang mengenyangkan, menaiki ojek GTO, yah saya selalu menjadi korban, ditengah (hahaha). Untunglah mba T badannya tidak seperti mama saya. Kami mengobrol ramai dengan sang bapak yang menurutku tampilannya sangat religius, dengan kopiahnya yang bundar, sampai ke obrolan soal rumah sakit Budha dan pendidikan anaknya.
Rupanya beliau menyekolahkan anaknya di yayasan Buddha dan menjelaskan kenapa beliau menyekolahkannya di sana, menurutnya ajaran mereka lebih humanisme dan dia tidak takut anggapan kalau-kalau anaknya terpengaruhi karena menurutnya itu tergantung ajaran keluarganya. Kalau keluarga memperhatikan keimanan anaknya, dia yakin benar bahwa menyekolahkan anak ke tempat yang beda latar belakang agama bukan masalah, yang penting humanismenya. Lebih lagi dia tidak ingin anaknya terkena pergaulan bebas anak-anak usia remaja kalau di yayasan bisa lebih disiplin, tambahnya.
Saya pun terkagum-kagum sama bapak ini. Saya yakin, dia sudah mencapai tahap spiritualitas keimanan atas agamanya, tidak saja religius. Semoga makin banyak orang yang memiliki sikap spiritualitas yang baik tidak saja sekedar religius.
Kali ini kami pulang lebih malam, saya menyempatkan diri mengantar mba T ke rumah sakit karena dia sedang terkena alergi, gatal-gatal tanpa sebab sampai bibirnya mirip Angelina Jolie :-D. Pilihan kami jatuh pada rumah sakit Cinta Kasih milik yayasan Buddha, dia mendapat rekomendasi dari rekan kerjanya yang pernah ke sana karena ada spesialis dokter kulitnya. Saya pun mendukung karena selama ini saya cuma menonton lewat siaran DAAI TV saja, ingin melihat dan tahu langsung.
Akhirnya kami sampai lokasi dan ini adalah rekor karena berjalan kaki dari depan mall Taman Palem, menolak tawaran beberapa tukang ojek yang mau mengantar kami. Saya sih lebih senang berjalan kaki, sambil bercerita karena kami pikir dekat. Eh taunya lumayan, olahraga. Rupanya dokter spesialis kulitnya sudah pindah dan karena nomor antrian dokter umum masih panjang, mba T memutuskan untuk berobat di klinik yang bermitra dengan kantor. Namun kami cukup puas karena telah mencoba datang dan melihat-lihat rumah sakit
Tzu Chi ini.
Si mba T merasa agak malu-malu gimana gitu karena cuma dia yang berbeda (memakai jilbab) dan saya pun bilang, tenang mba T, saya juga bukan Buddha.
Pelajaran berharganya datang ketika kami pulang setelah makan malam yang mengenyangkan, menaiki ojek GTO, yah saya selalu menjadi korban, ditengah (hahaha). Untunglah mba T badannya tidak seperti mama saya. Kami mengobrol ramai dengan sang bapak yang menurutku tampilannya sangat religius, dengan kopiahnya yang bundar, sampai ke obrolan soal rumah sakit Budha dan pendidikan anaknya.
Rupanya beliau menyekolahkan anaknya di yayasan Buddha dan menjelaskan kenapa beliau menyekolahkannya di sana, menurutnya ajaran mereka lebih humanisme dan dia tidak takut anggapan kalau-kalau anaknya terpengaruhi karena menurutnya itu tergantung ajaran keluarganya. Kalau keluarga memperhatikan keimanan anaknya, dia yakin benar bahwa menyekolahkan anak ke tempat yang beda latar belakang agama bukan masalah, yang penting humanismenya. Lebih lagi dia tidak ingin anaknya terkena pergaulan bebas anak-anak usia remaja kalau di yayasan bisa lebih disiplin, tambahnya.
Saya pun terkagum-kagum sama bapak ini. Saya yakin, dia sudah mencapai tahap spiritualitas keimanan atas agamanya, tidak saja religius. Semoga makin banyak orang yang memiliki sikap spiritualitas yang baik tidak saja sekedar religius.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih