Skip to main content

The Last Supper

Peristiwa malam perjamuan kudus, saya kenang dalam jalan Bandung menuju Jakarta. Dengan setengah mengantuk dan dengan setengah mimpi. Saya selalu tidak bisa lelap dalam jalan, karena kerlap kerlip malam menggugah di luar sana. Mungkin juga kursi yang kurang empuk. Lalu kemudian kompleksnya pikiran ini, yang selalu memikirkan ini dan itu.

The Last Supper berkisah tentang malam sebelum Yesus diputuskan untuk disalibkan oleh orang banyak. Lebih pilu lagi diserahkan oleh murid-Nya. Saya pikir memang demikian adanya, sumber kebahagiaan dan ketidakbahagiaan di dunia ini datang dari orang-orang terdekat. Pertanyaannya adalah seberapa sering saya menjadi sumber kebahagiaan bagi orang di sekitar saya? Tidak perlu hanya dengan materi, tetapi semangat hidup, inspirasi, rasa hormat dan cinta serta kepedulian tanpa pamrih. Adakah?

Berkaca dari pengalaman penyerahan diri Yesus untuk melayani sampai membasuh kaki, saya jadi memikirkan peran dan kontribusi yang sebaiknya saya beri sebagai manusia, di komunitas saya, di keluarga saya dan lingkungan hidup saya. Seberapa sering saya melayani dengan tulus dan iklas? Dalam jalan macet Bandung Jakarta itu, saya memikirkan hal-hal praktis sehari-hari yang kiranya dapat meningkatkan level keimanan dan intimasi saya berkaitan dengan praktik hukum cinta kasih. 
Intensitas berdoa saya selalu ada dalam berbagai bentuk dan yang paling saya suka adalah ketika saya berjalan kaki dan menikmati udara pagi. Menghirup dalam-dalam kasih pencipta yang memberi energi baru setiap hari. Lalu bercakap cakap sebentar, Mengadu. 

Demikian.

Comments

Popular posts from this blog

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...

Penghargaan bagi lansia

"karena mereka tua oleh waktu tapi kenalilah sejenak masa mudanya" Sumber:http://ibnumada.files.wordpress.com/2010/04/nenek.jpg  Kini kita masih muda lalu menjadi tua secara perlahan-lahan karena waktu yang kian beranjak, Kadang kita suka menyangkal ketuaan kita( hahahaha, suka ngaku-ngaku masih 17, iya ga??)  Lihatlah, sekian banyak kerut di dahi, keriput wajah dan mata yang berbicara tentang kisah hidup yang telah dilewati. Suka dan duka. Di Jepang diadakan satu hari libur besar untuk menghormati para lansia yang diistilahkan Keirou no hi      untuk menghormati kerja keras dari para lansia ini. Upacara ini diperingati setiap hari Senin, mingggu ketiga bulan September. Saya merasa bahwa penghargaan bangsa Jepang terhadap para lansia sangat besar sampai hari itu diliburkan apalagi hari Senin. Saya bertanya-tanya, di Indonesia ada ga ya? Setelah browsing ternyata di Indonesia juga diperingati hari Lansia, tanggal 29 Mei menurut UU no 13 tahun 1998 lo...

Saya, Kamu dan Alam (Sahabatkah?)

“Karena kita tidak hidup seribu tahun lagi tapi alam bahkan akan ada beribu-ribu tahun lagi” dok pribadi:Dipotret dari nyamanya kursi bus dalam perjalanan Jawa-Bali, July 2010 Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan alam saya dan alam anda seribu tahun lagi. Bukan tidak mungkin untuk menjadi sangat berbeda dengan bumi yang kita tinggali sekarang, yang bahkan kondisinya memprihatinkan.  Generasi   kita selanjutnya mungkin akan mengenakan masker untuk menghalangi radiasi yang dapat merusak langsung kulit karena lapisan ozon yang membolong. Mengapa? Ah, saya yakin anda dan saya pasti bukan nenek moyang yang baik bagi penerus kita. Bukan seperti nenek moyang kita yang dalam sejarahnya menghasilkan penemuan-penemuan yang membantu kita kini. Kita akan dicap sebagai neneng moyang masa perusakan.  Tidak adil memang, karena masih ada sebagian besar orang yang pada masa ini yang menyerukan perbaikan pada alam ,menunjukan persahabatan pada alam dan mengh...