Aku selalu berpikir bahwa aku adalah kamu yang dulu . Duduk di tepi danau sambil menikmati apa pun yang bisa kita nikmati. Senja. Daun kuning yang berserakan. Angin yang berembus. Bau air danau yang kehijauan. Rumput yang basah. Hembusan nafas yang teratur. Lepas dan bebas. Kamu tahu bahwa aku sungguh suka saat ini. tak ada banyak kata dan memang tak perlu. Keheningan membicarakan segalanya. Setiap luka serasa diobati perlahan. Aku membiarkannya menganga sejak dulu,menunggu waktu yang membawa pergi. Begitu adanya, karena aku tak bisa memaksa. Perlahan jauh di lubuk hatiku, aku pasrah. Dan tak ada yang lebih indah dari kepasrahan, penerimaan dan pengertian. Setiap sapuan angin di wajah dan rambutku, kini membelai jiwaku juga. Menutup luka yang menganga.
Kamu pasti berpikir, mengapa aku berpikir bahwa aku adalah kamu yang dulu. Rumit memang dijelaskan tapi aku berusaha untuk menjelaskannya. Aku tahu bahwa setiap jalan kehidupan beginilah adanya. Kita berubah setiap saat. Tak ada yang bisa mengingkari ini, seperti sel-sel tubuh kita yang selalu dibarui. Kamu yang dulu adalah segalanya bagiku. Bersinar. Tidak secerah mentari karena akan menyilaukan. Kamu seperti bulan penuh yang menerangi langit malam yang kelam, teduh. Ah, mungkin kamu bilang aku terlalu berlebihan tapi beginilah gambaranku. Tak ada yang lebih sederhana karena kamu selalu tidak sesederhana yang kupikirkan. Kompleks. Kamu yang dulu yang mengalir bagai air dan ringan. Berlari-lari tanpa ketakutan. Tahu apa pun yang kamu inginkan. Tahu kalau kamu selalu punya jalan sendiri, punya cahaya sendiri tapi tetap berjalan bergandengan. Aku tahu bahwa hidup bagai air yang mengalir atau pun banyak metafora lainnya yang menggambarkan bagaimana hidup itu. Namun belajar sembari hidup itu yang kupelajari. Aku selalu tidak suka belajar. Tidak mau mengerti. Kamu tidak pernah memaksaku untuk mengerti, tidak mendoktrinku. Itu juga yang membuatku bingung karena aku selalu ingin kamu memberi jawaban. Meski kadang aku lagi-lagi tak ingin paham mengapa harus terjadi seperti adanya.
Kamu membuat aku bingung. Di satu sisi ada kekecewaan besar menebas leherku seperti pedang. Kamu tak ingin aku seperti kamu yang dulu. Oh, wait!Why? Aku harus sendiri. Berjalan dengan kedua kakiku. Melihat dengan kedua mataku. Berpikir sekehendakku. Itu yang kamu inginkan? Hey, selama ini aku begitu. Tapi kamu bilang aku menipu. Aku tak pernah begitu.
Aku diam dalam amarahku. Menghindar dan pergi jauh untuk menghempaskan kata-kata itu dari pikirku. Ah, semakin aku menolak, mereka bernama masalah datang dan menyuruhku untuk segera menyelesaikannya.
Di tepi danau ini bertahun sejak terakhir aku bertemu kamu. Aku tahu apa yang kamu maksud. Aku menemukan jawabannya. Aku di sini. Duduk di tepi danau sambil menikmati apa pun yang bisa kita nikmati. Senja. Daun kuning yang berserakan. Angin yang berembus. Bau air danau yang kehijauan. Rumput yang basah. Hembusan nafas yang teratur. Lepas dan bebas. Tidak lagi berpikir bahwa aku seperti kamu di waktu muda. Aku, hanya aku. Aku sadar.
(Pada pagi ketika beberapa malam kelam)
(Pada pagi ketika beberapa malam kelam)
apa kamu seseorang yang dicintai 'aku'?
ReplyDeletemerenungi kalimat demi kalimat...hmm...
ReplyDeletetrue story atau sekedar fiksi nih?? nice posting jenk ;)
ReplyDeletenih cerpen? kalo cerpen koq bahasanya lebih miriip kayak puisi ato prosa yah?
ReplyDeletebeneran neh..?
ReplyDeletenice one writer :)
ReplyDeletesalam kenal ya
aku sudah 2 kali membaca fiksi disini dan semuanya bagus..
ReplyDeleteBerbakat jadi penulis nih!
duh bagus banget tulisannya,love,peace and gaul.
ReplyDeletehanyut... :)
ReplyDelete>>nyadar ga si? kamu tuh pinter bgt nulis...