Skip to main content

Rumput-part 1


Aku sudah terlampau tua untuk mengeluh, ketika pagi hari mulai, siang datang dan malam pun hendak berganti.  Tak henti-hentinya kata-kata bernada amarah, cemooh dan pesimistis keluar dari mulutku. Ah, mulut yang tak tahu malu. Tak pandai berbicara tapi diam-diam mengumpat.  Terus mengumpat hingga hari berakhir.

Aku melihat dia. Dia cantik, molek, ayu, punya segalanya, dipuja banyak orang baik itu lelaki, dari berbagai kalangan, kakek-kakek  dan brondong sekalipun.  Bahkan tak ketinggalan ibu-ibu, tante-tante dan anak-anak kecil. 

Ah, aku muak. Aku bilang dia berwajah manis tapi berhati jahat. Bermuka dua. Penjilat. Suka cari perhatian,  wajah oke tapi tak berotak dan aku puas.  Oh, biarkanlah dunia melihat dia seperti  mawar cantik yang elok, harum dan mewangi. Tapi aku bilang dia seperti bunga bangkai. Busuk dan bau.

Hei kamu, jangan bilang aku iri dengan segala yang dia punya. Dia memang punya segalanya. Tapi tahukah kamu kalau dia merebut semuanya dariku? Yah, semuanya. Hingga aku tak punya apa-apa. Biar saja dia ambil semuanya, ambil. Perhatian ibuku, perhatian ayahku.

Tahukah kamu bila aku hidup dalam bayang-bayangnya.  Aku terbenam jauh di bawah punggungnya, merunduk. Bertahun-tahun .

“Coba kamu seperti dia , nak. Rajin, pintar, suka membantu, cantik lagi...”suara ibu yang harusnya menenangkanku malah membuat jiwaku remuk.

Aku mencoba berteriak, aku inilah anakmu, Bu. Lihat aku! Tapi apa daya matanya, perhatiannya telah terbagi pada sang putri dan aku hanya bayang-bayang. Tidak sekali, tapi berkali-kali dalam seperempat abad umurku. Siapakah aku? Aku bahkan tidak tahu.

Ayah, aku berusaha menyatakan padamu. Berkali-kali. Lihat aku. Tak cukup dengan kata-kata, karena jiwaku sudah berteriak-teriak marah. Aku kabur dari rumah. Polisi yang menangkapku saja menduga, aku berperilaku karena kurang perhatian ayah, ibu.

Tapi, lagi-lagi yang keluar dari mulut ayah. Rasanya sudah berkali-kali aku dengar.
“Kamu? Dasar anak kurang ajar! Bikin masalah terus. Kamu lihat dong, si Rani. Coba kamu contoh dia....!”

(Sebuah Cerpen yang di post bersambung)

Comments

  1. Di tunggu kelanjutannya Mbak, salam :)

    ReplyDelete
  2. ah, kok mendalam sekali,
    seperti kisah nyata yang coba dituturkan..

    terkadang memang sang rumput tak mempunyai bunga-bunga indah yang dapat dilihat dengan mata banyak orang, tapi bagaimanapun rumput dapat tumbuh dengan tanah tertandus sekalipun..

    semoga ending "si rumput" bahagia..

    ReplyDelete
  3. ros.. kok bs nulis cerpen gini seh.. dhe dr dl blajar, ga bs2 tryus.. hikz

    ReplyDelete
  4. Menunggu ending untuk memberi komentar ;)

    ReplyDelete
  5. Kasihan ya, jika selalu jadi bayang2 spt itu. Serasa eksistensinya gak diakui oleh lingkungan sekitarnya..

    BTW, jadi pengen tahu kelanjutannya.

    ReplyDelete
  6. yup emang vrada sebel sama ibu yang suka banding2 in kita sama orang. :(

    ReplyDelete
  7. ahh... that's a cerpen
    ditunggu kelanjutannya ya Rose :)

    ReplyDelete
  8. pualing sebel kalo dibandingbandingin.. si itu lebih ini lah, si anu lebih itu lah..

    ckckck.. apalagi kalo ortu sendiri yang ngelakuin itu, tambah sebel aja.

    ditunggu sambungannya.

    ReplyDelete
  9. just like everyone else..

    ditunggu kelanjutannya...
    :)

    ReplyDelete
  10. wha mbak,.
    crt na keren bgt !!!!

    klu ku sang penulis na,.
    ku akan melanjutkan crt na tntg "rumput" yg meninggal dunia dan ortu nya pun sgt menyesal atas perbuatan mrk selama nhe terhadap "rumput" tersebut semasa hidup nya !!!!
    (≧◡≦)

    ku menunggu ending selanjut nya yha mbak !!!!
    (~�▽�)~ (~�▽�)~ (~�▽�)~

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih

Popular posts from this blog

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...

Penghargaan bagi lansia

"karena mereka tua oleh waktu tapi kenalilah sejenak masa mudanya" Sumber:http://ibnumada.files.wordpress.com/2010/04/nenek.jpg  Kini kita masih muda lalu menjadi tua secara perlahan-lahan karena waktu yang kian beranjak, Kadang kita suka menyangkal ketuaan kita( hahahaha, suka ngaku-ngaku masih 17, iya ga??)  Lihatlah, sekian banyak kerut di dahi, keriput wajah dan mata yang berbicara tentang kisah hidup yang telah dilewati. Suka dan duka. Di Jepang diadakan satu hari libur besar untuk menghormati para lansia yang diistilahkan Keirou no hi      untuk menghormati kerja keras dari para lansia ini. Upacara ini diperingati setiap hari Senin, mingggu ketiga bulan September. Saya merasa bahwa penghargaan bangsa Jepang terhadap para lansia sangat besar sampai hari itu diliburkan apalagi hari Senin. Saya bertanya-tanya, di Indonesia ada ga ya? Setelah browsing ternyata di Indonesia juga diperingati hari Lansia, tanggal 29 Mei menurut UU no 13 tahun 1998 lo...

Saya, Kamu dan Alam (Sahabatkah?)

“Karena kita tidak hidup seribu tahun lagi tapi alam bahkan akan ada beribu-ribu tahun lagi” dok pribadi:Dipotret dari nyamanya kursi bus dalam perjalanan Jawa-Bali, July 2010 Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan alam saya dan alam anda seribu tahun lagi. Bukan tidak mungkin untuk menjadi sangat berbeda dengan bumi yang kita tinggali sekarang, yang bahkan kondisinya memprihatinkan.  Generasi   kita selanjutnya mungkin akan mengenakan masker untuk menghalangi radiasi yang dapat merusak langsung kulit karena lapisan ozon yang membolong. Mengapa? Ah, saya yakin anda dan saya pasti bukan nenek moyang yang baik bagi penerus kita. Bukan seperti nenek moyang kita yang dalam sejarahnya menghasilkan penemuan-penemuan yang membantu kita kini. Kita akan dicap sebagai neneng moyang masa perusakan.  Tidak adil memang, karena masih ada sebagian besar orang yang pada masa ini yang menyerukan perbaikan pada alam ,menunjukan persahabatan pada alam dan mengh...