Brakkkkk . Aku menghempaskan pintu kamarku dengan keras. Ah, daripada aku mendengar lebih banyak pujian tentang Rani. Semua hal baik tentang Rani. Oh Rani kamu memang baik, tapi apakah aku selalu harus jadi bayangmu?
Entah sudah berapa kali aku menangis ketika nama Rani disebut. Aku rela dihukum tapi tanpa nama seorang Rani yang harus kudengar dari mulut ayah dan ibu. Lebih sakit dari pukulan, jeweran atau bahkan tamparan yang harus mendarat di pipiku.
Aku hanya ingin pelukan dan usapan hangat di ujung rambutku.
Orang kedua yang harus kumaki-maki adalah Rian tapi tetap saja mulutku kelu. Ah, Rian haruskah kumaki-maki jika hati ini sebenarnya sayang padamu? Namun apa daya, Rian adalah pencinta Rani. Penganggum Rani.
Aku bisa terima jika kamu terpesona pada Rani. Yah, kamu normal dan semua lelaki normal pasti jatuh hati pada Rani. Aku sayang kamu dan aku mau kamu bahagia, hingga kamu mendapatkan Rani pun aku tak heran, karena kamu cukup tampan untuk mendampinginya. Namun kamu hanya salah, mendekatiku untuk lebih dekat pada Rani.
Aku bukan batu loncatan yang siap menjadi mak comblang kamu dengan Rani. Aku terlalu bodoh untuk percaya bahwa kamu satu-satunya yang paling mengerti aku. Kamu datang di saat yang tepat ketika aku merasa tak ada yang peduli padaku. Tak ada hingga tanganmu yang merengkuhku kuanggap sebagai tangan malaikat tampat yang bersayap dan membawaku terbang. Membawa aku sejenak pergi dari kehidupanku yang menyesakan, dan pergi dari Rani.
Saat itu kamu paling mengerti hingga aku tarlampau jauh melambungkan harapan-harapanku padamu. Menginginkanmu membawaku pergi, asal bisa bersamamu.
Mimpi. Yah, itu semua hanya mimpi.
“yaaa, gue Cuma kasian aja sama dia kali. Lagian tujuan gue kan Cuma mau ngedekatin Rani. Gua Cuma ga bisa aja lepas dari dia.”
Samar-samar suara yang kudengar dari mulutnya berdengung-dengung di telingaku.
Aku terlampau sakit, hingga dengan diam-diam pun kupergi dari kehidupannya. Aku benar-benar manusia bodoh, tak berekspresi. Aku marah tapi lagi-lagi dalam diamku.
Arrrghhh, sudah berpuluh barang pecah belah kulempari hingga remuk di lantai tapi tak bisa menyembuhkan luka hatiku yang mendalam sejak dulu. Apa yang salah?
Hari ini terang benderang, indah, sejuk dan nyaman. Terdengar kicauan burung dan gemerisik angin di antara dedaunan. Ah, indah. Berkali-kali ucapan syukur terdengar memecah keheningan di sekitarku. Yah, aku ingin berucap di dalam hati saja.
Setahun telah berlalu sejak aku melukai diriku sendiri. Selama beberapa waktu aku dirawat di rumah sakit. Banyak hal yang berubah tapi bukan siapa pun yang berubah. Hanya aku yang berubah.
Ada banyak yang memang tak bisa diubah namun aku yang mengubah pemikiranku. Yah, Rani tetap harus jadi Rani. Ayah, ibuku pun tetap jadi mereka apa adanya.
Aku hanya perlu jadi yang baru.
-End-
jangan jadikan hari yang uda terang benderang, indah, sejuk dan nyaman kem bali menjadi seperti yang lalu-lalu seharusnya :(
ReplyDeletewah, kasihan amat si tokoh aku..
ReplyDeleteGo..go..go... bangkit buat tokohnya! bisa kok lebih dari Rani asal percaya diri, dan lepas dari semua bayang2nya...
ReplyDeleteAduh.. sampai harus dirawat di rumah sakit? Kasihan sekali.
ReplyDeleteBTW, kenapa judulnya rumput ya? Bingung nih...
Menjadi diri sdri & tetap percaya diri :P
ReplyDeletekok saya jadi mikirin tokoh aku yaa...
ReplyDeletedia cuma fiksi kan? kan? kan???? hahaa
pengalaman pribadi kah ini?love,peace and gaul.
ReplyDeletebtw darri fontnya gw tau kayaknya ini ditulis dulu di Word trus dipindahin. iya kan? gw juga kadang suka gitu juga. hehehhe
ReplyDeletemau aja jadi batu loncatan...
ReplyDeletetar batunya kegedean malah gabisa loncat
gimana..?
ceritanya bagus2.. :)
ReplyDeletesuka nulis juga yaa? samaa.. hihi..
mmmm.....
ReplyDeletepart 1 lebih oke....