Skip to main content

First Snow! Ski Part 1

 Thanks to Mike & Kath G, and UnionAID family. 

Drafting dari 2018 di draft email akhirnya baru diedit kembali dan dipublish lagi. Saatnya kenangan-kenangan berharga beberapa tahun lalu kembali diceritakan untuk anak cucu. 

Anak Nagekeo, dari kota kecil bisa pergi sentuh salju. Iya norak. Biasanya cuma mereka yang sekolah pastoral atau dosen. Itu pun tidak banyak. Jadi saya, perempuan, dari kota kecil di Nusa Tenggara Timur bisa berkunjung ke negara bersalju adalah prestasi. Yas! Sudah sering saya lihat anak orkay atau teman-teman saya dari lingkungan kuliah yang beberapa sekolah luar negri. Menuliskan kembali seperti terapi juga lagi-lagi untuk anak cucu, adik-adik yang lebih muda. Semoga mengisnpirasi. 

Jadi saya termasuk beruntung tinggal di keluarga Mike & Kath karena mereka mengajak saya untuk bermain ski di North Island, Mt Ruapehu. Sebenarnya karena Kath bilang belum pernah ngajak si H jalan-jalan. Jadi selain saya, ada H dari Hongkong yang disekolahkan di SMA di Auckland dan tinggal bersama. Jadi fix sudah saya, H dan temannya H juga Mike dan Kath. Bawaan saya semua diatur sama Kath, karena pakai baju hangat dan pakaian ski milik K, anaknya. Kami berangkat pagi-pagi sekali. Pemandangan kiri kanan jangan ditanya, bagus banget. Padang rumput luas dengan satu dua rumah di tengah. Sayang sekali memang, saat itu saya HPnya sudah on dan off. Parah. Foto tidak bisa banyak. Juga yah sudah saya nikmati saja pemandanganya. 

Khas di NZ adalah kawasan peternakan. Ada sapi dan domba-domba juga gulungan rumput.  Jadi kami ke Mt Ruepehu yang termasuk dalam Taman Nasional Tongariro. Gunung es ini masih aktif. Ada dua resort ski besar. Saya sebenanya sudah cukup senang saja liat dan sentuh salju. Tak taunya ditawarin main ski dan iya-iya saja. Ternyata saya sendiri yang ski, H dan temannya main snow board. Otomatis si K dan M menemani H dan temannya. Jadi dengan rapi sekali kami mengantri untuk menemukan sepatu yang pas. Berat sekali ternyata untuk mengangkat sepatu ski dan stiknya. Sudah gitu sendiri. Oh ya, item yang harus dibawa adalah kacamata hitam karena pantulan sinar matahari langsung ke salju bikin sakit mata. 

 Pertama kali berjalan di salju dengan sepatu yang berat. Jatuh terpelanting. Untung kacamata masih aman, tapi ketika sedang main, terlepas lensanya. Saya ikut kelas belajar dulu. Lumayan mahal. Lagi-lagi terima kasih banyak M & , karena ramai juga saya tidak begitu "ngeh " soal harga. Saya main sampai puas, agak takut-takut tapi puas.  Lalu duduk minum cokelat sambil menunggu M & K menemani H dan temannya bermain snowboard. 

Kami menginap di Turangi Holiday Park setelah turun dari Mt Ruapehu. Makan malam di restoran lokal. Lumayan ramai dengan wisatawan. Kebetulan ada penayangan permainan rugby jadi ramai juga pada nonton bareng . Penginapan yang bentuknya kotak-kotak per kamar. Kamar mandinya di luar. Untung ada air hangat. 




Lanjut ke postingan berikutnya entah kapan! 





Comments

  1. Sungguh pengalaman yang berharga tuh.
    Semoga saya juga bisa nyentuh salju secara langsung suatu saat nanti.

    ReplyDelete
  2. Wah senangnya, seru banget, Mbak ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, haha norak juga:)

      Delete
    2. Gak norak kok, Mbak, karena salju kan gak ada di Indonesia kecuali di puncak gunung Jaya Wijaya. ^_^ saya pun pasti bakal kegirangan kalo bisa lihat salju beneran..

      Delete
  3. Seru banget maen salju. Menggigil nggak kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Tidak mbak karena gerak dan pakai baju berlapis :)

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih

Popular posts from this blog

Cita-cita menjadi seorang dosen

Masih setengah jalan menuju profesi yang dicita-citakan. Sejak kecil, saya ingin berprofesi menjadi seorang guru. Lebih tepatnya guru di desa terpencil. Seorang saudara sepupu saya, ka Servulus Ndoa, tahu sekali cita-cita saya ini. LOL. Kemudian dalam perjalananannya, saya lebih memilih untuk menjadi seorang dosen. Saya tahu tidak mudah dan tidak asal saja menjadi dosen. Komitmen dan dedikasi sepenuh hati. Aissshh, semoga semeste mendukung keinginan anak baru  kemaren sore ini. Tentu jalannya tidak semulus jalan tol.. Bukan seorang  dengan predikat  cum laude, banyak yang harus terus dipelajari, digali, didalami dan dikembangkan (#Tsahhhh, biar kekinian) Banyak hal yang saya persiapkan. Mulai dari otodidak belajar TOEFL selama liburan dan ketika menganggur dan apply-apply beasiswa S2. Terus, aktif menulis remah-reman dalam bahasa Inggris. Maklum edisi belajar, mulai dari update post bbm, twitter, fb, dan blog. Maaf banget buat yang merasa terganggu, alhasil harus n...

Sahabat

 karena lembar demi lembar kisah hidupku, kutulis bersamamu, sahabat... Persahabatan itu memang selalu ada dalam suka dan duka. Ketika kita susah dan butuh dukungan maka mereka menjadi sumber inspirasi kita. Entah dengan bawelnya mereka menunjukan perhatian atau dengan cueknya pun mereka memberi arti tersendiri bagi kita. Sahabat selalu menunjukan cara masing-masing untuk menunjukan cara betapa pedulinya mereka   kita. Bahkan ketika kita sendiri tidak peduli pada apa yang sedang terjadi pada kita. Masing-masing mereka dengan apa yang ada dalam diri mereka. Saya seorang perantau yang tak benar jika dapat bertahan sendiri tanpa kehadiran sahabat. Sungguh sebuah berkat tak terhingga untuk memiliki sahabat di mana saya dapat menjadi diri saya. Berbagi dan merasakan segala sesuatu bersama terlebih lagi belajar menjalani hidup dalam suatu kesempatan, karena sahabat pun harus merelakan sahabatnya untuk menjalin persahabatan dan mengukir kisah lain. Maka tidak heran jika saya me...

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...