Skip to main content

Sayap

Sebuah tulisan persembahanku untuk Bapak.
“Catatlah semua perjalananmu dalam lembar demi embar buku itu. Setiap hari, apa pun yang kamu temukan di tanah orang. Tanah rantau. Biar nanti ada ceritamu buat bapak,” kata bapak sambil memberikan sebuah buku bersampul hitam. Berwarna keemasan di ujungnya.
Aku tahu buku bertuliskan agenda itu. Mirip punyamu, pak. Buku yang selalu kau pakai untuk menulis di saat senja datang, di ruang tengah rumah kita. Dan kubawakan segelas kopi hangat yang menjadi temanmu.

Aku tertunduk sambil menerima buku itu. Tak ingin menatap mata bapak. Dia duduk di sampingku lalu memintaku untuk menuliskan kata-kata yang di ejanya satu demi satu, dituliskan di halaman depan agar aku dapat melihatnya setiap hari. Di setiap saat ketika aku bercerita untuk bapak.


mirip banget, cuma sampulnya beda, dapat dari http://www.kotakpensil.com/

Dia melambai padaku. Mengantar kepergianku di ujung jalan yang membawaku pergi menghilang dari pandangannya. Di balik kaca bus yang berdebu kukuatkan hati untuk melihat ke depan tanpa menoleh lagi. Aku hanya terisak di sepanjang jalanku ketika mengenang malam demi malam menjelang perpisahan kami. Tak banyak kata seperti ibu, yang menghabiskan siang dan malam membelaiku dengan buaian kata-kata bijaknya agar aku terlelap dan bangun dalam dekapannya.

Bapak dengan bukunya di kursi tengah. Duduk seperti biasanya, seperti tak akan ada seorang gadis yang akan keluar dari pintu rumahnya dengan koper besar. Ah, bapak yang selalu mendukungku. Masih belum kulangkahkan kakiku keluar dari pulau pak, masih di tanah yang sama dan aku telah menulis untukmu. Menulis rasa ketika aku, engkau percayai untuk mengembangkan sayap-sayapku. Sayap yang telah engkau jaga dengan kepercayaan , engkau tumbuhkan dengan cinta.

Bapak, awalnya sayapku lemah ketika kuinjakan kaki di tanah orang. Di sini langit malam berbeda, tak penuh bintang seperti di sana, ketika sedari senja telah kita lihat bintang dan karena hari demi hari yang ada hanya bayangmu dan ibu.


Namun seiring halaman demi halaman buku yang kau berikan padaku, penuh tinta hitam dan menebal, aku tumbuh. Sayapku, pak. Seiring warna keemasan di kedua ujung buku memudar dan memucat, tapi sayapku bercahaya pak. Aku siap terbang merangkai mimpi-mimpiku, mimpi-mimpi kita bapak, bersama sayap keemasanku.

Mom, Dad, Us, Wig and San
Miss you all badly,
in the day before Easter,









Comments

  1. hmmm, seringkali saat aku sendirian aku lebih memilih bercakap dengan suara hatiku, berbeda dengan kamu...bisa menulisnya di buku.


    aku juga kangen Abi, Ibu sama mbak dan mas2ku...tulisanmu membuatku merasakan betapa berharganya dukungan dari anggota keluarga kita mbak Rosa. terima kasih :)

    ReplyDelete
  2. wow ... saya suka gaya bahasanya :)
    membuatku melayang gimana gitu *_*

    ReplyDelete
  3. humm... ayahmu hebat juga menghadiahkan buku ke kamu seperti itu.

    aku sendiri mulai aktif menulis jurnal di buku kaya' kamu sejak pertama di rantau. menulis di jurnal(diari) adalah salah satu caraku menghadapi kegamangan di daerah yang masih asing.

    tentu saja nulis dengan pena jauh lebih relax. malah sempat menjadi semacam ritual ku saat itu.

    sekarang malah jarang, hahahaha. miss that time so freakin' bad..

    #ini ko' saya malah sibuk curhat sendiri sih, hahaah

    teruskan menulis! kepakkan sayapmu! SEMANGAAAAAT!

    ReplyDelete
  4. Terkadang merindukan orang yang kita cintai memunculkan sejuta ide dalam menulis. Salam :D

    ReplyDelete
  5. hadiah yang bermakna...
    dengan menulis kita bisa merekam (bahkan membagi) catatan perjalanan kita

    salam buat bapak, mbak! :D

    ReplyDelete
  6. hmmm...jadi ingat bapak saya...

    besok saya telp dia dehh.. :)

    salam :)

    ReplyDelete
  7. @Ajeng: wah makasih bnyak..,:)

    @John Terro: wah ntar jatuh mas klo melayang melulu, huhu, makasih yaaa..

    @Noel Lubis: hoho, g boleh ngikut..makasih..:)

    @Huda: huaaaaa super duper panjang mas Huda..hahahaha, g pa2 lah..,hoho ayo nulis d kertas lagi..

    @Amy: iya Mi, salam balik makasih udah berkunjung

    @Adhi: makasih Adhi, :)

    @Nufri:hehehe, iya Mas ayok telpon..salam dr saya..hehehe

    ReplyDelete
  8. nice article. jadi ingat papaku juga.

    ReplyDelete
  9. Kadang nanti seiring berjalannya waktu, semua kisah dan kenangan yang tertuang didalamnya menjadi harta yang nggak akan ternilai oleh apapun juga loh!..

    ReplyDelete
  10. Terharu saya membacanya.. nice post. I wish I could have a Dad but he passed away when I was 3yo.

    Your Dad must be proud of you, sis..

    Salam :D

    ReplyDelete
  11. kalau lagi kangen emang bikin pengen nulis. biasanya akan muncul kata2 yg baru, hehe *sok tau

    ReplyDelete
  12. weeeew.. nyentuh banget... ^_^

    kok bisa samaan ya papa ku juga punya buku agenda semacam itu,
    jagi kangen papa yang tinggal jauh :(

    ReplyDelete
  13. Gaphe:iya Gaphe, hehe pengen diturunkan haha

    @mba Mimisinga: wah mba yg berani, g tkut sama singa ya..:) makasih mba, tetap semangat,,,

    @Yen:hehehe,,,iya mbak.

    @echi: makasih Chi:)

    @mba Yhantee:hehe, iya bapak2 kan suka punya ya..dari dulu aku uda akrab sama buku2 kykk gitu..:)

    ReplyDelete
  14. semoga kangennya bisa terobati segera ;)

    ReplyDelete
  15. ah, jadi penasaran sama isi buku yang kamu sama bapakmu tulis. ada kemungkinan diterbitin ngga? hahah.

    semangat y! salam buat ayah ibunya rose :)

    ReplyDelete
  16. bagus banget tulisanmu. ngena banget.
    aku jd ingat Bapakku yg tugas di luar kota:(

    ReplyDelete
  17. aku mendadak rindu akan sosok ayahku ^___^ .....

    ReplyDelete
  18. aku sukaaaakkk sama tulisanmu yang ini. pingin nangis bacanya. jadi pingin peluk Ocha. dan kangen kamar nomer 5 di pondok labu. hehehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah dibaca,semoga bermanfaat. Silakan menuliskan komentar Anda. Terima Kasih

Popular posts from this blog

Cita-cita menjadi seorang dosen

Masih setengah jalan menuju profesi yang dicita-citakan. Sejak kecil, saya ingin berprofesi menjadi seorang guru. Lebih tepatnya guru di desa terpencil. Seorang saudara sepupu saya, ka Servulus Ndoa, tahu sekali cita-cita saya ini. LOL. Kemudian dalam perjalananannya, saya lebih memilih untuk menjadi seorang dosen. Saya tahu tidak mudah dan tidak asal saja menjadi dosen. Komitmen dan dedikasi sepenuh hati. Aissshh, semoga semeste mendukung keinginan anak baru  kemaren sore ini. Tentu jalannya tidak semulus jalan tol.. Bukan seorang  dengan predikat  cum laude, banyak yang harus terus dipelajari, digali, didalami dan dikembangkan (#Tsahhhh, biar kekinian) Banyak hal yang saya persiapkan. Mulai dari otodidak belajar TOEFL selama liburan dan ketika menganggur dan apply-apply beasiswa S2. Terus, aktif menulis remah-reman dalam bahasa Inggris. Maklum edisi belajar, mulai dari update post bbm, twitter, fb, dan blog. Maaf banget buat yang merasa terganggu, alhasil harus n...

Sahabat

 karena lembar demi lembar kisah hidupku, kutulis bersamamu, sahabat... Persahabatan itu memang selalu ada dalam suka dan duka. Ketika kita susah dan butuh dukungan maka mereka menjadi sumber inspirasi kita. Entah dengan bawelnya mereka menunjukan perhatian atau dengan cueknya pun mereka memberi arti tersendiri bagi kita. Sahabat selalu menunjukan cara masing-masing untuk menunjukan cara betapa pedulinya mereka   kita. Bahkan ketika kita sendiri tidak peduli pada apa yang sedang terjadi pada kita. Masing-masing mereka dengan apa yang ada dalam diri mereka. Saya seorang perantau yang tak benar jika dapat bertahan sendiri tanpa kehadiran sahabat. Sungguh sebuah berkat tak terhingga untuk memiliki sahabat di mana saya dapat menjadi diri saya. Berbagi dan merasakan segala sesuatu bersama terlebih lagi belajar menjalani hidup dalam suatu kesempatan, karena sahabat pun harus merelakan sahabatnya untuk menjalin persahabatan dan mengukir kisah lain. Maka tidak heran jika saya me...

"Ga nabung yah jadi bingung"

Ahay..,saya kangen nge blog..Salam kangen dari saya pada sahabat persablogan yang sering berkunjung dan sering saya kunjungi dan sering berbagi bersama. Yay, saya ngepos t lagi . Beberapa jam yang lalu masih di hari yang sama, saya lagi-lagi terpesona dengan beberapa orang lansia yang membuat saya tersenyum dan belajar.   sumber: www.fao.org/docrep/ 005/y4094e/y4094e15.gif Latar cerita, bertempat di sebuah koperasi. Bukan sebuah kantor besar tapi hanya ruang kecil seluas kamar saya. Orang- orang mengantri dengan sebuah buku catatan berwarna biru yang saya sukai, di bangku bermodel sama yang saya duduki ketika sekolah dasar. Di bangku yang berhadapan dengan petugas( bendahara) duduk seorang kakek mengenakan baju berwarna biru dimasukan dalam celana jeansnya, duduk sambil menyerahkan uang dan buku koperasinya serta  menjelaskan kolom mana saja yang harus disi dengan jumlah uang yang ia inginkan. "Tua-tua rajin menabung, cucu-cucu senang, hahahaha,"katanya ketika sele...